by google adsense


Kamis, 02 Agustus 2012

Outbound Seru Di Desa Sawarna


Panorama cantik Desa Sawarna telah menjadi buah bibir anak-anak Indobackpacker sejak tahun 2008. Niat ke sana juga sudah tersimpan sejak setahun kemarin. Namun baru 2-3 April 2010 impian ini terlaksana. Pantai yang masih perawan, gugusan karang yang cantik dan trekking gua-bukit-pantai yang cukup menguras energi. Outbound tingkat medium yang benar-benar seru.

Setelah tujuh jam berkendara dengan menyewa mobil, tibalah kami di Desa Sawarna. Sengaja aku memilih rute Serang-Pandeglang-Malimping-Bayah, takut kena macet di Cicurug-Cibadak. Jalan di Malimping memang banyak yang rusak, namun masih bisa ditolerir.
Di Desa Sawarna kami dijemput Kang Yudha, anak kedua Bu Widi,


yang menjadi host kami. Setiba di sana matahari telah meninggi,niat melihat sunrise di pantai pun susut. Untunglah ada hiburan lain yang membuat aku kembali bersemangat. Jembatan kayu yang berayun-ayun setiap kami menapak itu membuat rekan-rekan rombonganku memekik-mekik ketakutan. Jembatan tradisional itulah salah satu penghubung ke Desa Sawarna.
Setelah dijamu pisang goreng, teh manis dan kopi hangat, serta nasi goreng, kami siap bermain air. Kang Yudha lalu mengajak kami ke Pantai Ciantir. Pantai ini berpasir putih dan memiliki garis pantai yang panjang. Seperti laut selatan pada umumnya, ombaknya cukup tinggi. Beruntung saat kami menyusuri pantai, ombaknya bersahabat. ’’Ini sih bisa dibilang ombaknya kecil,’’ ujar Kang Yudha yang ternyata peselancar andal. Meski termasuk tenang, ada beberapa turis asing yang berselancar.

Setelah puas berfoto-foto, Kang Yudha menggiring kami ke tujuan utama ke Sawarna ini. Tanjung Layar. Dari kejauhan terlihat dua karang yang saling mengapit seperti pintu gerbang. Pintu gerbang ke kerajaan air, pikirku. Indah sekali. Ini tidak kalah dengan James Bond Island di Phuket dengan bentuk yang berbeda. Bila Phuket berbentuk paku terbalik ini berupa dua tebing seperti layar.


 

Ketika Kang Yudha bilang tidak berbahaya berenang menuju ke tebing tersebut, aku segera mencebur ke air laut yang dingin itu. Ternyata tidak terlalu dalam, kira-kira sepinggang hingga sedada. Namun, arusnya cukup deras. Aku, Ovi, Ardi, Cici dan Any tertahan di dua pertiga perjalanan. Sepertiga sisanya tidak berani kami lakukan melihat arus air yang cukup seram.







Setelah dua pantai itu kami mengaso sambil menunggu para pria sholat Jumat. Hawa yang panas dan angin sepoi-sepoi membuai kami hingga hampir terlelap. Baru sekitar pukul 13.30 kami kembali menyiapkan diri untuk trekking. Sebulan menuju Sawarna aku telah mengumpulkan informasi dari anak-anak Indobackpacker, perjalanannya menuju Gua Lalay, Legon Pari dan pulang melalui Tanjung Layar tidak begitu mudah. Kenyataannya memang demikian.
Gua Lalay, gua kelelawar itu memaksa kami berbasah-basah. Airnya antara selutut-sepinggang dan dingin. Staklagmit dan stalaktitnya tidak istimewa. Pijakan batu yang licin dan endapan lumpur bercampur kotoran kelelawar membuat kami tidak bisa berjalan cepat. Mungkin sensasi air yang dingin dan rasa penasaran itulah yang membuat gua ini masih layak untuk dikunjungi.
Legon Pari yang menjadi tujuan berikut paling menguras energi. Kami melewati persawahan yang agak becek setelah diguyur hujan, mendaki bukit dan kemudian menuruninya. Sandal jepit terpaksa kucopot karena licin. Faisal, anak Kang Yudha yang masih kelas 2 SD lah yang membuatku bersemangat. Ia dengan lincah dan tanpa rasa lelah memimpin rombongan kami. Ketika lautan telah samar-samar terlihat, energiku terasa kembali. Setiba di sana, aku segera menyongsong air berwarna kebiruan itu.
Dibanding Ciantir, Legon Pari lebih indah. Di beberapa tempat bertebaran laguna-laguna kecil berisi air tawar hangat. Di dalamnya ada ikan-ikan kecil. Rasanya nyaman berendam di sana setelah melangkah cukup jauh.
Di pantai inilah aku melihat sekawanan kerbau yang di antaranya asyik berkubang di salah satu laguna. Hihihi lucu. Muka mereka yang polos dan pasrah nampak kegirangan ketika berkubang di laguna itu. Terus terang baru kali ini aku melihat sekawanan kerbau berjalan-jalan di pantai. Ingin sekali mengelus-elus anak kerbau. Namun, niatku kuurungkan, takut diseruduk hehe.
Mendung bergelanyut. Kang Yudha lalu memimpin rombongan kami pulang. Wow perjalanannya benar-benar menantang. Sepanjang jalan penuh batu-batu dan karang yang licin. Ovi terpeleset dan memar, kaki dan lengannya berdarah. Lagi-lagi aku beruntung menemukan kayu yang cukup panjang. Tongkat itu membantuku berjalan dan memilah batu yang bisa kutapak. Hampir sejam kami berjalan, muka teman-temanku nampak kelelahan. Dan tiba-tiba hujan mengguyur. Sempurna trekking ini, gumamku antara kesal dan geli.

Tiba di Tanjung Layar aku terkejut. Air yang surut membuat karang-karang kecil menuju Tanjung Layar terlihat. Nampak beberapa pengunjung berfoto-foto di tebing tersebut. Yaaa….tadi kami bersusah payah menuju ke sana, eh sekarang terlihat mudah. Tubuh yang lelah dan tiadanya tantangan menyurutkan niat menuju ke tebing tersebut. Aku lebih memilih kembali ke pondok untuk mandi menyegarkan diri. Menuju pondok, langit semakin kelam. Dan di langit penuh kelelawar yang cukup besar seolah-olah mengucapkan selamat tinggal kepadaku.


Hendry HeryanaPosted By Hendry Heryana

Terimakasih banyak anda sudah mengunjungi disawarna.blogspot.com, mohon maaf jika ada salah dengan content blog kami. Jika anda butuh bantuan atau ada keluhan monggo bisa call atau sms di 085722792760. Anda juga bisa mengunjungi website resmi kami www.disawarna.com disini kami menyediakan beberapa villa murah untuk peristirahatan anda saat liburan di sawarna.

0 komentar:

Posting Komentar